sexta-feira, 19 de outubro de 2012

O Filho do homem veio para servir


29º DOMINGO DO TEMPO COMUM (Mc 10,35-45)

- Ano B

No evangelho deste domingo, continuamos a percorrer, com Jesus e com os discípulos, o caminho para Jerusalém. Jesus vai à frente e os discípulos seguem-n’O “cheios de temor”. Jesus continua a sua catequese, lembrando aos discípulos que, em Jerusalém, vai ser entregue nas mãos dos líderes judaicos e vai cumprir o seu destino de cruz.

Os discípulos continuam sem perceber a mensagem de Jesus. Tiago e João, mesmo depois de toda a catequese que receberam durante o caminho para Jerusalém, ainda não entenderam nada da lógica do Reino. Continuam a refletir e a sentir de acordo com a lógica do mundo. Para eles, o que é importante é a realização dos seus sonhos pessoais de autoridade, de poder e de grandeza.

Jesus avisa os discípulos de que, para se sentarem à mesa do Reino, devem estar dispostos a “beber o cálice” que Ele vai beber e a “receber o batismo” que Ele vai receber. O “cálice” indica, no contexto bíblico, o destino de uma pessoa; ora, “beber o mesmo cálice” de Jesus significa partilhar esse destino de entrega e de dom da vida que Jesus vai cumprir.

O “receber o mesmo batismo” evoca a participação e imersão na paixão e morte de Jesus. Para fazer parte da comunidade do Reino é preciso que os discípulos estejam dispostos a percorrer, com Jesus, o caminho do sofrimento, da entrega, do dom da vida até à morte.

Jesus, por outro lado, evita associar o cumprimento da missão à recompensa, pois o discípulo não pode seguir determinado caminho ou embarcar em determinado projeto por cálculo ou por interesse; de acordo com a lógica do Reino, o discípulo é chamado a seguir Jesus com total gratuidade, sem esperar nada em troca.

Na segunda parte do texto temos a reação dos discípulos à pretensão dos dois irmãos e uma catequese de Jesus sobre o serviço. A reação indignada dos outros discípulos ao pedido de Tiago e de João indica que todos eles guardavam no coração as mesmas ambições e pretensões.

Jesus aproveita a circunstância para reiterar o seu ensinamento e para reafirmar a lógica do Reino. A comunidade do Reino assenta sobre a lei do amor e do serviço. Os seus membros devem sentir-se “servos” dos irmãos, com humildade e simplicidade, sem qualquer pretensão de mandar ou de dominar. Como modelo desta nova atitude, Jesus propõe-Se a Si próprio: “o Filho do Homem não veio para ser servido, mas para servir e dar a vida em resgate por todos”.

E eu? Na minha vida, vivo a lógica do poder e do reconhecimento, ou a lógica do Reino, a lógica do serviço, do esvaziamento, do esquecimento de mim mesmo?

quarta-feira, 3 de outubro de 2012

NILAI DARI SEBUAH SPIRITUALITAS PENERIMAAN


Saya ingin mensharingkan  pengalaman saya pada  pameran  misioner di Fatima. Tugasku adalah sebagai penerima tamu; menyambut dan menyapa para pengunjung yang datang dari berbagai negara di seluruh dunia serta memberikan motivasi awal sebelum mereka masuk ke tempat pameran dengan ucapan "Selamat datang".
Bagi yang pernah  mengunjungi tempat pameran itu, pasti tahu baik pintu masuk. Setiap orang atau kelompok yang datang harus mendapat sambutan dan undangan untuk memasuki ruang pameran. Jadi, siapa pun yang bertugas menjadi penerima tamu, dia harus memberikan motivasi dan menarik minat para pengunjun.
saya sudah berpartisipasi sebanyak tiga kali di pameran misioner ini. Pertama kali, pameran ini berlangsung selama 3 hari pada akhir pekan, tetapi, dua kali berturut-turut lama waktu yang digunakan untuk kegiatan ini berlangsung selama satu minggu.
Saya pikir bahwa kita semua bisa membantu orang menjadi lebih ramah dan simpatik. Orang-orang yang datang untuk mengunjungi kita harus merasa sungguh diterima.  Saya tidak melakukan hal-hal yang luar biasa  berkaitan dengan penerimaan, tetapi selalu berusaha bersikap ramah dan menyenangkan. Saya berupaya untuk menerima dan berkomunikasi dengan semua orang dari berbagai usia,  anak-anak, kaum dewasa  sertã lanjut usia yang datang dari luar Portugal, dan yang berbicara dengan bahasa yang berbeda: Cina, Jerman, Perancis, Polandia, Italia, Inggris, dll. Terkadang, ketika komunikasi dengan bahasa tidak terjadi, maka, kami menggunakan gerak-gerik  bahasa tubuh”.
Saya teringat kata-kata dari S. Joseph Freinademetz, "bahasa cinta adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh semua orang." Saya pernah belajar beberapa kata cina tapi saya tidak bisa menulisnya.
Saya selalu mendapat tudas di bagian resepsi dan itu sangat menyenangkan. Setelah selesai mengunjungi pameran, orang-orang mengungkapkan kegembiraan mereka dengan berbagai ekspresi:
wouuu luar biasa, sungguh mengesankan, indah, menakjubkan, Tuhan hadir di tengah kita,  Syukur kepada Tuhan,  terima kasih, lingkungan dan situasi yang membuat kami merasa nyaman, saya juga merasakan bahagia ketika berada di tempat pameran misioner dan pengalaman itu tidak akan terlupakan. Sungguh berarti dengan kunjungan ini”.
Beberapa kasus konkrit

Sebuah pasangan suami-isteri  dengan dua anak; bayi dan saudara yang lebih tua dengan usia 4 tahun. Sementara orang tuanya  menikmati pameran di salah satu tempat, anak itu berjalan ke arah pintu masuk. Aku pun  memanggilnya: "halo, datang ke mari! Siapa namamu?  Dia memperkenalkan,  “nama saya Rodrigo”. Saya bertanya kepadanya: “Rodrigo datang dengan siapa”? Dia menjawab, “dengan adikku yang masih  bayi dan orang tua”.  

Justru dialah yang menyampaikan kepada orang tuanya untuk mengunjungi pameran misioner. Setelah beberapa menit menghilang dan kemudian Rodrigo kembali bersama adik dan orang tuanya. Sang ayah mengatakan kepada saya, “suster... sebenarnya kami tidak punya waktu untuk datang ke tempat ini, tetapi Rodrigo mendesak, sehingga kami menyempatkan diri untuk mengunjunginya”. Mereka masih mengunjungi beberap pameran lainnya, dan kemudian mereka datang dan sempat mengucapkan terima kasih. Ternyata ada nilai positif dengan kunjungan ini. 
Kasus yang berikut ini adalah kisah  dengan seorang wanita jompo  yang berjalan dengan menggunakan tongkat.  Dia datang ke pintu gerbang  dan langsung disambut olehku: "selamat datang ke tempat pameran  misioner" . Si nenek itu menjawab, "ya.. Suster, sekiranya tidak ada sesuatu yang baru, karena ketika aku masih gadis kecil selalu datang dengan orangtua dan aku kenal secara baik tentang tempat ini”.  Saya pun  menjawabnya, "Ya, tapi pameran misioner ini dimulai pada bulan mei dan akan berakhir pada bulan Oktober." O ya, kalau demikian, maka saya mau menyaksikannya. Dia memasuki ruangan komunikasi dan sempat menonton tayangan video. Setelah beberapa menit kemudian, dia datang kepadaku dan mengatakan, “terima kasih suster. Memang benar sebuah pameran baru yang belum pernah saya lihat“. Si nenek berkisah bahwa di salah satu pojok  dari  Beatus Yohanes Paulus ke-2  dia  sempat berdoa agar dengan pengantaraan Beatus Yohanes Paulus ke-2, putranya yang sedang terlibat dalam konsumsi obat terlarang bisa diselamatkan. Si nenek dengan senyumanya yang simpatik berkata, “Kalian semua para misionaris itu sangan ramah... "
Contoh lain: Seorang warga  brasil memotret segala sesuatu yang dipancangkan dalam pameran misioner itu. Setelah didokumentasikan semuanya,  dia mengatakan kepada saya, "Suster, kami ingin melakukan pameran  seperti ini di negara kami dan kemudian kami mengundang suster untuk mengunjungi".
Para pengunjung memberikan salut dan penghargaan atas pameran dan secara spontan mengatakan, "proficiat kepada semua pihak yang telah mengorganisir pameran ini dan terima kasih berlimpah..." Ternyata, Pameran ini membantu saya  untuk sebuah permenungan tentang betapa besar kesaksian para misionaris dari dulu , kini dan sepanjang masa. Kesaksian pribadi adalah dasar iman kita.

Refleksi Pribadi
Setiap orang memiliki nilai keindahannya dalam cara pengekspresian diri yang berbeda; baik sebagai orang portugis maupun dari benua lainnya.  Seluruh dunia, dari berbagai bahasa dan kultur yang berbeda, semuanya datang ke Fátima untuk memberikan kesaksian akan imannya.   Setiap hari, mereka yang Tiba di Fátima dan yang menyaksikan pameran missioner semuanya memberikan dukungan akan karya misioner. Setiap orang yang sedang mendekati ruangan pameran, mereka diundang untuk menyaksikannya. Dengan itu mereka diminta  untuk mengekspresikan apa yang mereka bawa ke dalam hati mereka dan merasakan suasana kegembiraan.
Kami menyadari bahwa perlu untuk memberikan yang terbaik dari diri kami sendiri, bahkan hanya dengan senyuman, sebuah ucapan sederhana “selamat datang”, atau  kata yang membuat pengunjung merasa kerasan dan diterima.
Bagi saya, itu adalah pengalaman yang sangat kaya dan indah. Saya merasa  senang melihat orang-orang yang datang dan pergi serta memberikan kesaksian iman mereka. Saya percaya bahwa pameran misioner ini membantu untuk menciptakan keyakinan misioner  bagi kaum kristen,  kesempatan untuk menemukan ide-ide yang baru. Dengan itu, orang-orang yang datang merasa terpanggil untuk  melayani dan memberikan semangat akan karya misioner di paroki, di negaranya sendiri.  
Peristiwa pameran ini adalah anugerah yang indah diprakarsai oleh  kelompok pengorganisir. Suatu  dinamika yang membantu merumuskan visi dan perjuangan misioner. Hal ini  memberikan harapan baru bagi kaum  Kristen serta semangat pengabdian bagi mereka  yang membuat pilihan radikal untuk memberikan arti bagi kehidupan serta kebahagiaan yang sepenuhnya.
Sr. Maria Mendes, SSpS
Fátima, 07/09/2012


A força do acolhimento


A equipa do trabalho do acolhimento na Exposição: Frei José Lima, FMM
Ir. Teresinha, da Congregação Santa Catarinha de Sena, Ir. Maria Mendes,SSpS Missionária Serva do Epírito Santo
 Visita guiada pelo Frei Lima, FMM


Vou partilhar convosco, a minha experiência, do serviço de acolhimento prestado na Exposição Missionária em Fátima. A minha função era acolher os visitantes que vêm de todos os países, de todo o mundo, animá-los a entrar, dizendo simplesmente “Bem-vindo”.

Quem já visitou a exposição conhece bem, a porta da entrada. É preciso convidar cada pessoa ou cada grupo para entrar na sala da exposição. Quem está na entrada tenta atrair as pessoas acolhendo-as bem.

Estive três vezes na exposição, a primeira vez foram três dias, num fim de semana, e as outras duas vezes, uma semana cada..

Creio que todos nós podemos ajudar as pessoas tornando-nos mais acolhedores e mais simpáticas. As pessoas que vêm ao nosso encontro devem sentir-se bem acolhidas.

Não fiz grandes coisas no que se refere ao acolhimento, mas tentei sempre ser agradável. Fiz um esforço por acolher e comunicar com todas as idades, as crianças, as pessoas maiores, que chegam de fora de Portugal, e que falam diferentes idiomas: chinês, alemão, francês, polaco, Italiano, inglês, etc. Quando não percebia nada comunicava por gestos. Lembrava-me da frase de S. José Freinademetz, “o amor é a linguagem que todos percebem”. Aprendi algumas palavras de chinês mas não consigo escrevê-las.

Estive sempre na parte do acolhimento e foi muito interessante. Ao terminarem a visita as pessoas manifestavam a sua alegria com expressões: maravilhosa, impressionante; Deus continua presente; Graças a Deus; obrigada; que belo ambiente tão acolhedor; eu também me senti lá na praça dos missionários, nunca mais esquecerei esta exposição tão interessante, valeu a pena visitá-la.

Gostaria de contar alguns casos concretos: Um casal com dois filhos, o bebe e o irmão com 4 anitos. Enquanto os pais estavam noutra exposição, o menino começou a espreitar para a porta do acolhimento, eu chamei-o “olá, podes vir! Como se chama? Ele diz chamo-me Rodrigo. Disse-lhe, Rodrigo veio com quem? Ele diz; com o meu mano bebe e os meus pais?  Ele foi dizer aos pais para visitarem a exposição missionária. Passado pouco tempo, Rodrigo voltou com os pais para fazerem a visita. O pai disse-me, irmã, não temos mais tempo mas o Rodrigo obrigou-nos a vir, por isso, aqui estamos. Depois da visita vieram dizer-me: “obrigada irmã, valeu a pena.

Outro caso de uma senhora idosa com uma muleta, chegou à porta da entrada, e logo a convidei “seja bem-vinda à exposição missionária” A senhora respondeu, “irmã, não vale a pena, porque eu quando era pequenita vinha sempre com os meus pais e já conheço tudo”. Respondi, “está bem, mas esta exposição missionária começou no mês de Maio e vai terminar no fim de Outubro”. A senhora diz: se é assim, então eu vou ver. Entrou e ficou na sala do vídeo. Depois de algum tempo veio agradecer dizendo: “obrigada irmã, é mesmo uma exposição nova que eu nunca tinha visto. Lá na praça está o João Paulo II, eu rezei muito e, por sua intercessão  ele salvou o meu filho da droga. Vocês missionários são todos muito queridos…”

Outro exemplo: um senhor brasileiro tirou todas as fotos da exposição e no fim disse-me, “irmã, vamos fazer uma exposição assim no nosso país e depois convidamo-la  para a visitar” Os visitantes apreciaram muito a exposição e diziam espontaneamente “está um trabalho muito bem feito, é maravilhoso, Parabéns para todos os que a organizaram, muito obrigado…”

Estas expressões levaram-me a refletir como é grande o testemunho da presença de todos os missionários de ontem e hoje em todos tempos. O testemunho pessoal é o alicerce da nossa fé.

Cada pessoa tem a sua beleza, no modo como se exprime, sejam portugueses, ou de outros continentes. De todo o mundo, de diferentes línguas e culturas vieram a Fátima para testemunhar a sua fé. Diariamente aqueles que chegaram a Fátima, e que passaram pela exposição Missionária, foram interpeladas pela presença missionária. Ao aproximarem-se eram convidados a entrar na sala da exposição. Esta interpelação obrigava-os a manifestar o que trazem no seu coração, e a sentir a alegria, de poderem expressar livremente o que lhes vai no íntimo naquele momento.

Tomámos consciência de que é necessário dão o melhor de nós mesmos, nem que seja um sorriso, uma palavra simples de boa vinda, uma palavra que faz os visitantes a sentirem-se bem acolhidos. Para mim, foi uma experiência muito enriquecedora e bonita. Alegrei-me em ver as pessoas que vêm e vão, e testemunham a sua fé. Creio que a exposição ajudou a criar nos cristãos uma maior convicção missionária, apareceram   novas ideias, e pessoas prontas a servir e animar a missão na sua paróquia, no seu país, e na sua terra.

As manifestações acima referidas são agradecimentos de alegria pela iniciativa desta organização. São dinâmicas que ajudam a visionar os esforços missionários. Esta visibilidade do trabalho missionário da Igreja dá novo alento às expectativas dos cristãos e entusiasma todos os que de boa vontade aproveitaram a oportunidade para um encontro mais humano com quem fez opções radicais que dão sentido e tornam feliz a vida, por inteiro.

 
Ir. Maria Mendes, SSpS

Missionárias das Servas do Espírito Santo

Fátima, 07.09.2012

domingo, 9 de setembro de 2012

Enlarge the place of your tent (Is 54,2)


This is the place I am trusted you
You have come, you, to carry light
Ready to give your self
Come closer,
You are welcome
I will tell you, all about the nations
That one´s though all the places
And all the time in this word
I want you to know,
that water fouling over you
will give life to others and renew the desert
I want you to know about lives given in the name of love
Welcome those arriving after you
And serve them, the fraternity bread
Let you tend be wider

Missionary Exhibition
Fátima 12 May-31 October 2012

ENLARGE THE PLACE OF YOUR TENT ( Is 54,2)







terça-feira, 7 de agosto de 2012

Sou Eu! Não temais!


Evangelho: Mateus 14, 22-36

22Depois de ter saciado a fome à multidão, Jesus obrigou os discípulos a embarcar e a ir adiante para a outra margem, enquanto Ele despedia as multidões. 23Logo que as despediu, subiu a um monte para orar na solidão. E, chegada a noite, estava ali só. 24O barco encontrava-se já a várias centenas de metros da terra, açoitado pelas ondas, pois o vento era contrário. 25De madrugada, Jesus foi ter com eles, caminhando sobre o mar. 26Ao verem-no caminhar sobre o mar, os discípulos assustaram-se e disseram: «É um fantasma!» E gritaram com medo. 27No mesmo instante, Jesus falou-lhes, dizendo: «Tranquilizai-vos! Sou Eu! Não temais!» 28Pedro respondeu-lhe: «Se és Tu, Senhor, manda-me ir ter contigo sobre as águas.» 29«Vem» - disse-lhe Jesus. E Pedro, descendo do barco, caminhou sobre as águas para ir ter com Jesus. 30Mas, sentindo a violência do vento, teve medo e, começando a ir ao fundo, gritou: «Salva-me, Senhor!» 31Imediatamente Jesus estendeu-lhe a mão, segurou-o e disse-lhe: «Homem de pouca fé, porque duvidaste?» 32E, quando entraram no barco, o vento amainou. 33Os que se encontravam no barco prostraram-se diante de Jesus, dizendo: «Tu és, realmente, o Filho de Deus!» 34Após a travessia, pisaram terra em Genesaré. 35Ao reconhecerem-no, os habitantes daquele lugar espalharam a notícia por toda a região. Trouxeram-lhe todos os doentes, e pediam que os deixasse tocar ao menos na orla do seu manto. E quantos lhe tocaram foram completamente curados.
Palavra da Salvação

O evangelho mostra-nos o apóstolo que, inspirado, está disposto a arriscar a vida para se aproximar de Jesus, que caminhava sobre o mar: «Se és Tu, Senhor, manda-me ir ter contigo sobre as águas» (v. 28). E, «Pedro, descendo do barco, caminhou sobre as águas para ir ter com Jesus» (v. 30). À palavra de Jesus, não hesitou em arriscar a vida.
É precisa coragem para arriscar a vida na tentativa de se aproximar de Jesus. E quantos o fizeram ao longo da história! Mas, quem tem responsabilidades na Igreja, há-de estar disposto para isso. Ainda lembramos, comovidos e edificados, o Papa João Paulo II que, depois do atentado na praça de S. Pedro, não se fechou no Vaticano, mas continuou a procurar o Senhor na vida da Igreja e na vida dos homens, percorrendo incansavelmente o mundo, fiel à sua missão, certo da ajuda do Senhor. Só uma fé menos viva, ou frouxa, nos pode pôr em perigo: «Homem de pouca fé, porque duvidaste?» (v. 31).


Senhor, como os teus apóstolos, tenho madrugadas tempestuosas. Se Te aproximas de mim, também eu penso tratar-se de um fantasma. A tua presença nem sempre é de todo compreensível, porque a tua lógica é diferente da minha. Tenho os meus padrões, os meus esquemas sobre o modo como Te deves apresentar. Por isso, nem sempre Te vejo onde estás. Queria ver-te como resolução dos meus problemas, como antídoto contra as minhas desgraças! Mas Tu revelas-Te, como e quando queres, embora estejas sempre comigo. Porque hesito tantas vezes? Porque a salvação que me ofereces envolve toda a minha humanidade, e quer transfigurá-la à tua imagem e semelhança, o que me causa vertigens. Estende-me a tua mão misericordiosa para que, Contigo, caminhe sobre as ondas alterosas deste mundo, e chegue à segura e feliz quietude da eternidade a que me chamas. Amen.

segunda-feira, 6 de agosto de 2012

ESTE É O MEU FILHO MUITO AMADO



EVANGELHO Mc 9, 2-10
«Este é o meu Filho muito amado»

Evangelho de Nosso Senhor Jesus Cristo segundo São Marcos
Naquele tempo,
Jesus tomou consigo Pedro, Tiago e João
e subiu só com eles
para um lugar retirado num alto monte
e transfigurou-Se diante deles.
As suas vestes tornaram-se resplandecentes,
de tal brancura que nenhum lavadeiro sobre a terra
as poderia assim branquear.
Apareceram-lhes Moisés e Elias, conversando com Jesus.
Pedro tomou a palavra e disse a Jesus:
«Mestre, como é bom estarmos aqui!
Façamos três tendas:
uma para Ti, outra para Moisés, outra para Elias».
Não sabia o que dizia, pois estavam atemorizados.
Veio então uma nuvem que os cobriu com a sua sombra
e da nuvem fez-se ouvir uma voz:
«Este é o meu Filho muito amado: escutai-O».
De repente, olhando em redor,
não viram mais ninguém,
a não ser Jesus, sozinho com eles.
Ao descerem do monte,
Jesus ordenou-lhes que não contassem a ninguém
o que tinham visto,
enquanto o Filho do homem não ressuscitasse dos mortos.
Eles guardaram a recomendação,
mas perguntavam entre si o que seria ressuscitar dos mortos.
Palavra da salvação.


ACTUALIZAÇÃO

A reflexão pode fazer-se partindo das seguintes questões:

• A questão fundamental expressa no episódio da transfiguração está na revelação de Jesus como o Filho amado de Deus, que vai concretizar o projecto salvador e libertador do Pai em favor dos homens através do dom da vida, da entrega total de Si próprio por amor. Pela transfiguração de Jesus, Deus demonstra aos crentes de todas as épocas e lugares que uma existência feita dom não é fracassada – mesmo se termina na cruz. A vida plena e definitiva espera, no final do caminho, todos aqueles que, como Jesus, forem capazes de pôr a sua vida ao serviço dos irmãos.

• Na verdade, os homens do nosso tempo têm alguma dificuldade em perceber esta lógica… Para muitos dos nossos irmãos, a vida plena não está no amor levado até às últimas consequências (até ao dom total da vida), mas sim na preocupação egoísta com os seus interesses pessoais, com o seu orgulho, com o seu pequeno mundo privado; não está no serviço simples e humilde em favor dos irmãos (sobretudo dos mais débeis, dos mais marginalizados, dos mais infelizes), mas no assegurar para si próprio uma dose generosa de poder, de influência, de autoridade, de domínio, que dê a sensação de pertencer à categoria dos vencedores; não está numa vida vivida como dom, com humildade e simplicidade, mas numa vida feita um jogo complicado de conquista de honras, de glórias, de êxitos. Na verdade, onde é que está a realização plena do homem? Quem tem razão: Deus, ou os esquemas humanos que hoje dominam o mundo e que nos impõem uma lógica diferente da lógica do Evangelho?

• Por vezes somos tentados pelo desânimo, porque não percebemos o alcance dos esquemas de Deus; ou então, parece que, seguindo a lógica de Deus, seremos sempre perdedores e fracassados, que nunca integraremos a elite dos senhores do mundo e que nunca chegaremos a conquistar o reconhecimento daqueles que caminham ao nosso lado… A transfiguração de Jesus grita-nos, do alto daquele monte: não desanimeis, pois a lógica de Deus não conduz ao fracasso, mas à ressurreição, à vida definitiva, à felicidade sem fim.

• Os três discípulos, testemunhas da transfiguração, parecem não ter muita vontade de “descer à terra” e enfrentar o mundo e os problemas dos homens. Representam todos aqueles que vivem de olhos postos no céu, alheados da realidade concreta do mundo, sem vontade de intervir para o renovar e transformar. No entanto, ser seguidor de Jesus obriga a “regressar ao mundo” para testemunhar aos homens – mesmo contra a corrente – que a realização autêntica está no dom da vida; obriga a atolarmo-nos no mundo, nos seus problemas e dramas, a fim de dar o nosso contributo para o aparecimento de um mundo mais justo e mais feliz. A religião não é um ópio que nos adormece, mas um compromisso com Deus, que se faz compromisso de amor com o mundo e com os homens.


PALAVRA DE VIDA.

Jesus encontra-Se com o seu Pai. O monte é o lugar de encontro com Deus: Moisés e Elias encontram Deus no monte Horeb, Jesus retira-Se muitas vezes para o monte para rezar. Naquele dia, Deus toma a palavra para reconhecer Jesus como seu Filho bem-amado, e pede para O escutar. Jesus encontra-Se com Moisés e Elias, estes porta-vozes cheios do poder de Deus libertador junto do seu povo. A sua presença no monte da transfiguração revela que Jesus veio cumprir tudo o que os profetas tinham anunciado. Enfim, Jesus encontra-Se no monte das Oliveiras com as testemunhas adormecidas da Paixão. E se Jesus Se transfigura a seus olhos, é para lhes fazer ver a glória que Lhe vem de seu Pai. Mas para conhecer esta glória, é preciso passar pelo sofrimento e pela morte. Ainda não chegou o momento para nos sentarmos, é preciso retomar o caminho para “passar” com o Mestre.

 À ECUTA DA PALAVRA.

A sua Palavra como uma semente de vida… “Mestre, como é bom estarmos aqui! Façamos três tendas: uma para Ti, outra para Moisés, outra para Elias”. Dito de outro modo: instalemo-nos, fiquemos aqui para sempre, estamos tão bem a contemplar a tua glória! Como seria tão bom se nós tivéssemos podido guardar Jesus glorioso no meio de nós! Ele manifestaria desde agora a sua vitória sobre todas as forças do mal e sobre a própria morte. Ele curaria todas as doenças, Ele estabeleceria a justiça, Ele apaziguaria todas as tempestades, Ele suprimiria todas as violências. Jesus estaria sempre ao nosso serviço, à nossa disposição! Seria verdadeiramente o paraíso na terra! Mas Jesus não se deixou apanhar na armadilha. “Olhando em redor, não viram mais ninguém, a não ser Jesus, sozinho com eles”. Foi necessário retomar o caminho quotidiano. Será preciso que atravessem a noite do Gólgota, depois os seus próprios sofrimentos e a sua própria morte. Jesus não veio tirar-nos da nossa condição humana com uma varinha mágica. Mas Ele vem juntar-se a nós nos nossos caminhos pedregosos, dando-nos o seu Espírito para que nos tornemos capazes de O escutar, no mais íntimo de nós mesmos. Então a sua Palavra pode enraizar-se cada vez mais profundamente em nós, como uma semente de vida. Não a percebemos sempre… mas ela rebentará na plenitude da luz, na Ressurreição com Jesus.


 (Portal Dehonianos)